|
Foto : Hotel Tentrem |
Istilah RevPAR mungkin jarang kamu dengar kalau belajar bisnis perhotelan, tidak seperti
ARR,
OCC atau
ADR, istilah ini umumnya hanya diketahui mereka para eksekutif dan manajer yang memang salah satu pekerjaannya adalah Mengontrol Revenue (Pendapatan)
Jika zaman dulu biasanya performa hotel hanya diukur dengan
Occupancy (OCC) dan
Average Room Rate (ARR),
tetapi sekarang, karena perkembangan hotel yang demikian pesat, membuat
cara melihat performanya juga berkembang, terutama di bidang
Revenue Management, menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Para
GM, Revenue Manager, Sales and Marketing biasanya menggunakan RevPAR ini untuk melihat performa hotel, membuatnya berjalan seperti yang diinginkan.
Nah, kalu kamu mau jadi GM hotel, atau
owner sekalian, kamu harus tahu cara menghitung RevPAR hotelmu, biar kamu cuan tentunya.
Apaan sih RevPAR itu?
RevPAR merupakan kepanjangan dari
“Revenue Per Available Room”
yang merupakan salah satu matrix dari sekian banyak indikator yang
digunakan dalam bisnis perhotelan, yaitu dengan cara menghitung
“rata-rata pendapatan kamar hotel” berdasarkan
“jumlah kamar yang tersedia” dalam periode waktu tertentu.
Bagaimana Cara Menghitung RevPAR?
Ada dua cara untuk menghitungnya,
pertama, adalah dengan mengalikan
“Average Daily Room Rate (ADR)” dengan
“Occupancy Hotel (OCC)”.
Kedua, adalah dengan membagi antara “
Total Room Available” dengan
“Total Room Available” pada kurun waktu tertentu.
Contohnya nih, biar tidak bingung.
- Nama Hotel: Gondonesia Hotel
- Kelas Bintang: Hotel Bintang5
- Tanggal Bisnis: 24 April 2018
- Jumlah kamar yang tersedia (Room Availability): 200 Kamar
- Jumlah kamar yang dihuni (Room Occupied) : 170 Kamar
- Jumlah kamar yang terjual (Room Sold): 167 Kamar
- Jumlah Pendapatan Kamar (Total Room Revenue): IDR 150.000.000
Menggunakan Rumus Pertama.
RevPAR =
IDR 898.203 (Average Daily Rate) x
85% (Occupancy) =
IDR 763.000 (Pembulatan dari IDR 763.472.5)
Manfaat dari Mengetahui RevPAR.
Manfaat pertama: Dari contoh di atas diketahui bahwa rata-rata harga kamar per hari (
ADR) berada di harga
IDR 898.203, namun bila dihitung dari jumlah keseluruhan kamar yang dimiliki maka hanya menghasilkan rata-rata harga
IDR 763.000, yaitu dengan tingkat
occupancy sebesar
85%. Dengan demikian, kita dengan pasti dapat mengetahui hasil pendapatan
“per kamar” yang masuk ke hotel.
Berbeda dengan
“Average Room Rate” atau
“Average Daily Rate” yang hanya menghitung rata-rata harga jual berdasarkan kamar yang
“terjual” saja, sedangkan kamar yang tidak laku tidak dihitung, padahal kamar yang tidak “
laku” juga memiliki biaya beban operasional yang harusnya juga dihitung. Dengan
RevPAR, maka cara penghitungannya jadi lebih nyata dan merata.
Manfaat kedua: Manager akan lebih memahami
“tingkatan keterisian” dan
“nilai produktifitas” dari keseluruhan jumlah kamar yang dimiliki hotel, sehingga manager dapat menentukan strategi untuk meningkatkan
“inventori” dan menaikan
“potensi revenue” hotel.
Manfaat Ketiga: Manager dapat mengetahui
“jumlah pendapatan” hotel
“per kamar” dari total keseluruhan
“ketersediaan kamar”
yang dimiliki, sehingga dapat dengan mudah menghitung nlai valuasi
asset jika dibutuhkan untuk investasi dan pengelolaan asset jangka
panjang.
Hal ini sangat penting karena, jika merujuk pada berbagai teori tentang
asset & investment management di bidang perhotelan, maka dalam proses perhitungan investasi dihitungnya
Per Room Bay Basis (per kamar) dan untuk menentukan harga jual salah satunya adalah dengan membagi nilai investasi per kamar dengan bilangan 1000.
Contoh studi kasusnya nih.
Kamu berinvestasi untuk hotel bintang empat dengan nilai nvestasi sebesar
IDR 800.000.000 per kamar X
100 kamar atau setara dengan
IDR 80M, maka perhitungan harga yang ideal adalah
800jt/1000 = IDR 800.000 per kamar per malam.
Jadi RevPAR yang ideal adalah berada di kisaran
IDR 800.000. Jika penerapan harga kamar salah, maka bisa berimbas kepada tingkat periode
Return On Investmen yang berpotensi meleset dari range standard bisnis perhotelan sesuai segmen hotel yang dibangun.
Tentunya kasus di atas akan disesuaikan dengan kondisi pasar,
demografi pelanggan, dan target yang dibidik, yang harus sesuai dengan
level bintang hotel, jadi tidak harus di IDR 800.000 saja, bisa naik,
dan tentunya bisa turun, sesuai dengan
supply and demand yang selalu berubah setiaap saat.
Sumber : https://www.ajar.id